Cirebon- Ikan dewa dikenal dalam dunia ilmiah sebagai Tor tambra atau Tor soro, spesies ikan air tawar yang hidup di perairan jernih dan relatif tenang.
Di berbagai daerah di Indonesia, ikan ini tidak hanya dipandang sebagai satwa air biasa, tetapi juga memiliki nilai simbolik yang kuat.
Keberadaannya sering dikaitkan dengan kesucian air, keseimbangan alam, dan kearifan lokal.
Di Desa Pasawahan, Kabupaten Kuningan, ikan dewa hidup dan berkembang di sebuah kolam alami bernama Balong Kambang Pasawahan.
Tempat ini bukan sekadar objek wisata, melainkan ruang hidup yang menyatukan alam, budaya, dan tanggung jawab manusia.
Sejarah Singkat Ikan Dewa dan Kepercayaan Masyarakat
Sejarah ikan dewa di Pasawahan tidak tercatat dalam dokumen tertulis, tetapi hidup kuat dalam cerita lisan masyarakat.
Sejak dulu, ikan ini tidak boleh ditangkap, apalagi dikonsumsi. Larangan tersebut dijaga secara turun-temurun tanpa sanksi formal.
Menariknya, kepercayaan ini justru berfungsi sebagai sistem perlindungan alami. Tanpa disadari, masyarakat telah menerapkan prinsip konservasi jauh sebelum istilah itu dikenal luas.
- Makna Sakral di Balik Larangan
Larangan menangkap ikan dewa bukan semata-mata mitos. Ia menjadi simbol penghormatan terhadap alam.
Dengan tidak mengeksploitasi ikan, masyarakat juga menjaga sumber air agar tetap bersih dan mengalir.
Jika ditarik ke konteks modern, nilai ini sangat relevan. Banyak kerusakan lingkungan justru terjadi karena manusia lupa menahan diri.
- Balong Kambang Pasawahan sebagai Habitat Alami
Balong Kambang merupakan kolam alami yang bersumber dari mata air pegunungan. Airnya mengalir terus-menerus, jernih, dan relatif stabil sepanjang tahun.
Kondisi inilah yang membuat ikan dewa dapat hidup hingga usia puluhan tahun.
Tidak ada struktur beton berlebihan di area kolam. Lingkungannya masih didominasi unsur alami seperti batu, tanah, dan pepohonan.
- Kualitas Air dan Lingkungan Sekitar
Air di Balong Kambang memiliki kejernihan tinggi dan suhu yang sejuk. Ini menjadi indikator penting bahwa ekosistemnya masih sehat.
Ikan dewa sangat sensitif terhadap pencemaran, sehingga keberadaan mereka sekaligus menjadi penanda kualitas lingkungan.
Namun, peningkatan kunjungan wisata juga membawa risiko. Tanpa pengelolaan yang bijak, kejernihan air bisa terancam.
Peran Masyarakat dalam Menjaga Balong Kambang
Masyarakat Pasawahan tidak hanya menjadi penonton, tetapi aktor utama dalam menjaga Balong Kambang.
Mereka mengingatkan pengunjung untuk menjaga sikap, tidak membuang sampah, dan tidak memberi pakan sembarangan kepada ikan.
Pendekatan ini dilakukan secara persuasif dan berbasis kesadaran sosial.
- Kearifan Lokal sebagai Bentuk Konservasi
Alih-alih aturan tertulis yang kaku, masyarakat mengandalkan nilai kebersamaan. Rasa memiliki terhadap Balong Kambang membuat warga secara sukarela menjaga kelestariannya.
Model seperti ini sering kali lebih efektif dibanding pengawasan formal, karena tumbuh dari kesadaran, bukan paksaan.
- Balong Kambang dalam Konteks Wisata Pasawahan
Sebagai bagian dari wisata Pasawahan, Balong Kambang menawarkan pengalaman yang berbeda. Tidak ada wahana ramai atau atraksi buatan. Pengunjung datang untuk melihat ikan dewa berenang tenang di air jernih dan merasakan suasana yang damai.
- Tantangan Antara Daya Tarik dan Kelestarian
Daya tarik Balong Kambang justru terletak pada kesederhanaannya. Namun, jika tidak dikelola dengan hati-hati, popularitas bisa menjadi ancaman.
Wisata berbasis edukasi dan kesadaran lingkungan menjadi pilihan paling realistis untuk menjaga keseimbangan antara kunjungan dan konservasi.
Penutup
Balong Kambang Pasawahan bukan hanya rumah bagi ikan dewa, tetapi juga cerminan hubungan harmonis antara manusia dan alam. Selama nilai-nilai lokal tetap dijaga dan pengunjung memahami perannya, tempat ini dapat bertahan sebagai warisan ekologis dan budaya.
Balong Kambang Pasawahan mengajarkan bahwa alam tidak selalu membutuhkan intervensi besar. Yang dibutuhkan justru sikap menghormati dan memahami batas.
Menjaga ikan dewa berarti menjaga air, dan menjaga air berarti menjaga kehidupan. Peran pengunjung sangat menentukan: datang dengan kesadaran, bukan sekadar rasa ingin tahu.
Penulis: Suhendi Al Wasim






